Penggambaran hubungan saudara kandung dalam bahasa Inggris dan Indonesia berbeda. Dalam bahasa Inggris, kata yang paling sering digunakan adalah brother dan sister, yang secara otomatis membedakan jenis kelamin. Jika usia perlu dibedakan, barulah ditambahkan kata older, younger, big, little, dan sebagainya. Sebaliknya, dalam bahasa Indonesia, kata yang paling sering digunakan adalah kakak dan adik, yang secara otomatis membedakan usia, dan baru ditambahkan lelaki atau perempuan jika jenis kelamin perlu dibedakan.
Secara maknawi, tidaklah keliru jika brother diterjemahkan menjadi saudara lelaki atau saudara, dan sister menjadi saudara perempuan atau saudari. Namun, penerjemahan seperti ini menimbulkan pergeseran penekanan, dari bahasa sumber ke bahasa sasaran. Kata yang tadinya digunakan secara wajar dalam bahasa sumber tanpa penekanan apa-apa, memperoleh penekanan jenis kelamin dalam bahasa sasaran. Selain itu, kewajarannya pun hilang.
Misalnya, seseorang bertanya kepada rekannya, siapa perempuan yang menjemputnya sepulang kerja kemarin. Yang ditanya menjawab, “That was my sister.” Kalimat ini bisa saja diterjemahkan, “Dia saudara perempuanku.” Namun, dalam percakapan bahasa Indonesia sehari-hari, tentu lebih wajar jika dia menjawab, “Dia adikku” atau “Dia kakakku.”
Dengan demikian, aku sendiri lebih suka menerjemahkan brother dan sister dengan kakak dan adik, dengan melihat konteks untuk mengetahui perbedaan usia orang-orang yang dirujuk dalam tulisan.
Contoh lain yang terkait:
- Kalimat asal: How many brothers and sisters do you have?
- Alternatif terjemahan: Kamu punya berapa kakak dan adik? Kamu berapa bersaudara? Kamu anak keberapa dari berapa bersaudara?
bagaimana dengan kata “abang” yang bisa langsung merujuk kepada “saudara kandung laki-laki yang lebih tua”?
Sayangnya dalam narasi dalam naskah non-fiksi biasanya hanya sepotong-sepotong, jadi adakalanya kekurangan konteks untuk memilih kakak atau adik. Kalau konteksnya jelas, biasanya saya langsung ubah jadi kakak/adik, tapi kalau nggak, ya kudu putar akal deh 😀
Makasih, Mbak Femmy. Bacaan menarik 🙂
Iya, sering kali konteksnya kurang. Sewaktu menerjemahkan novel berlatar Romawi Kuno, saya sampai mencari informasi tentang kelahiran tokoh-tokohnya di Wikipedia, sekadar untuk menentukan siapa tokoh kakak-beradik yang lebih tua 🙂
Reblogged this on amatullah sibghotul iezzah.